Hukuman penjara bisa saja mengubah perilaku seorang pelaku kejahatan.
Sayang, belum tentu juga merubah stigma masyarakat terhadapnya.
Hal itu sepertinya pas untuk menggambarkan nasib seorang pria bernama Sumanto.
Masih ingat dengannya?Ya, Sumanto, pria yang sempat menggegerkan dunia karena memakan daging mayat, pada 2003 silam.
Paskakeluar dari tahanan pada 2006 lalu karena kasus pembongkaran kuburan dan pengambilan mayat, ia tak sepenuhnya menghirup udara bebas.
Warga desa tempat tinggalnya, desa Plumutan, Kemangkon, Purbalingga menolak kehadirannya kembali di desa.
Beruntung, seorang pengasuh panti rehabilitasi mental Annur, Bungkanel Karanganyar Purbalingga Supono bersedia menampungnya.
Belasan tahun Sumanto tinggal di panti, apakah Sumanto mengalami perubahan?
Fisik Sumanto tak banyak mengalami perubaban sejak 11 tahun lalu.
Tubuhya masih gempal. Tak terlihat banyak uban pada rambut kepalanya.
Kumis panjangnya tetap khas, hampir menyatu dengan jenggot. Hanya kulit pipinya terlihat agak kempot.
Supono mengungkapkan, dari segi kepribadian, Sumanto telah mengalami banyak perubahan semenjak tinggal di panti.Sumanto menjadi pribadi lebih baik. Ia beraktivitas layaknya masyarakat normal di dalam panti, mulai mencabuti rumput, bertani, memberi makan burung, dan membantu pekerjaan Supono.
“Aktivitas saya bantu-bantu pak Haji (Supono) cabut-cabut rumput, bertani, ikut pengajian, pokoknya ikut pak haji,”kata Sumanto
Selain beraktivitas sosial, Sumanto juga rajin mengikuti pengajian yang diselenggarakan panti.
Menurut Supono, Sumanto mampu melafalkan ayat Alquran.
Pada beberapa kesempatan, Sumanto juga dipercaya mengumandangkan azan.
Apa kabar Sumanto. Lelaki asal Purbalingga yang sempat membuat geger dunia karena memakan daging manusia, awal tahun 2003.
Sejak keluar dari jeruji penjara tahun 2006 silam, Sumanto rupanya tinggal di pondok rehabilitasi mental An-Nur di Desa Bungkanel, Kecamatan Karanganyar, Purbalingga hingga sekarang.
Pondok itu diasuh oleh KH Supono Mustajab yang sekaligus membimbing Sumanto dalam mengisi hari-harinya
Meski berkepribadian menyimpang, Sumanto ternyata mampu menginspirasi Bupati Purbalingga kala itu, Triyono Budi Sasongko, mencetuskan program Program Stimulan Pemugaran Rumah Keluarga Miskin (PSPR Gakin).
Rumah orangtua Sumanto di Desa Palumutan, Kecamatan Kemangkon, Purbalingga yang turut jadi perhatian ternyata kondisinya menprihatinkan.
Rumah itu hanya beralas tanah dan berdinding bambu yang sudah rusak.
Kejadian tersebut akhirnya membuka mata Pemerintah Kabupaten Purbalingga kala itu terhadap keberadaan rumah-rumah tidak layak huni lain yang serupa kondisinya dengan tempat tinggal orang tua Sumanto.
Pemerintah akhirnya mulai melakukan pendataan rumah tidak layak huni (RTLH) dan membangunnya melalui program stimulan.Iwan, salah seorang karyawan Pondok An Nur mengungkapkan,
Sumanto sebenarnya orangnya cerdas.Hanya saja, ia suka berbicara ngelantur dan tidak jelas.
Sebagai sesama lelaki, Supono mengerti kemauan Sumanto yang menginginkan pendamping hidup.
Namun, melihat pandangan miring masyarakat terhadap Sumanto selama ini, ia pun pesimis dapat mewujudkan keinginan Sumanto.
Supono sempat berusaha mencarikan jodoh untuk Sumanto. Ia pernah mengumumkan keinginan Sumanto itu ke publik melalui media.
Supono bahkan siap menanggung biaya resepsi pernikahan jika ada perempuan yang bersedia dipinang Sumanto.
“Sudah saya umumkan. Biaya nikah saya tanggung, mau nikah di hotel mana silakan saya tanggung. Tapi tidak ada yang mau sampai sekarang,”katanya
Sumanto sepertinya harus mengubur mimpi-mimpi indahnya itu.
Mimpi yang ia bangun selama belasan tahun dari dalam ruangan berukuran sekitar 3×5 meter di dalam panti.
Di ruangan itu, Sumanto paling banyak menghabiskan waktu.
Seringkali ia menyanyikan tembang Jawa dengan suara lantang.
Nyanyiannya menggema syahdu.
Memecah keheningan panti berisi puluhan penderita gangguan mental yang sama terdiam